Sejak Zulkifli H. Adam dilantik sebagai Walikota Sabang, kota kecil di ujung barat Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitan baru. Kota yang selama ini lebih dikenal karena posisinya sebagai titik nol geografis Indonesia, kini tengah berbenah dengan visi besar bernama “Sabang Emas”. Bukan sekadar slogan kampanye atau retorika politik biasa, tetapi sebuah rencana strategis yang ingin membawa Sabang menjadi kota modern, hijau, dan berdaulat secara digital.
Langkah awal Zulkifli tergolong cepat dan ambisius. Setelah mengikuti retreat kepemimpinan kepala daerah gelombang kedua pada 26 Juni 2025 di Jatinangor, Jawa Barat, ia pulang dengan sejumlah ide inovatif untuk pembangunan kota kelahirannya. Di forum tersebut, Zulkifli tidak hanya menjadi peserta pasif, tetapi aktif dalam diskusi-diskusi strategis yang melibatkan isu ekonomi, lingkungan, digitalisasi, hingga geopolitik maritim. Ia memanfaatkan kesempatan itu untuk menjadikan Sabang sebagai topik pembicaraan nasional, bahkan internasional.
Salah satu langkah penting yang langsung ia ambil setelah kembali dari Jatinangor adalah menjalin kolaborasi dengan Amazon Web Services (AWS) pada 30 Juni 2025. Ini bukan kerja sama sembarangan. Melalui AWS, Zulkifli ingin membawa Sabang masuk ke era pemerintahan digital. Langkah ini termasuk pengembangan sistem informasi satu pintu, layanan publik berbasis data, hingga wisata cerdas (smart tourism). Bahkan, ia mewajibkan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Sabang untuk mengikuti pelatihan sertifikasi dasar cloud computing.
Zulkifli percaya bahwa jumlah pegawai bukanlah faktor utama dalam pemerintahan modern. Yang lebih penting adalah kualitas aparatur sipil negara (ASN) yang paham teknologi, data, dan solusi. “Mengapa kita harus bangun dari nol, kalau kita bisa melompat maju lewat teknologi cloud dan kecerdasan buatan?” katanya saat pertemuan informal dengan tim AWS di Jakarta.
Namun, transformasi Sabang tidak hanya berkutat pada sektor digital. Pada 1 Juli 2025, Zulkifli juga menjalin kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), salah satunya terkait pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan. Dalam pertemuan dengan Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Diaz Hendropriyono, Zulkifli menyampaikan potensi besar Sabang dalam bidang ekowisata. Ia ingin Sabang menjadi model kota ekowisata nasional—zona biru yang hidup selaras dengan alam.
Kerja sama ini mencakup program restorasi dan pelestarian kawasan pesisir serta hutan tropis. Salah satu program unggulan adalah pengolahan sampah menjadi energi terbarukan (RDF – Refuse Derived Fuel). Program ini akan melibatkan berbagai pihak, termasuk komunitas lokal, LSM internasional, dan institusi pendidikan. Zulkifli ingin agar pelestarian lingkungan bukan sekadar proyek birokratis, tapi menjadi gerakan sosial yang melibatkan rakyat.
Wakil Menteri Diaz pun mendukung penuh langkah Zulkifli. Ia menekankan pentingnya regulasi yang cepat dan progresif untuk mendukung inovasi teknologi pengelolaan sampah seperti pemilah otomatis dan insinerator ramah lingkungan. Ia juga mendorong kolaborasi multisektor, terutama generasi muda, untuk menjadi garda depan perubahan ini.
Pada Expo & Forum Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang berlangsung 22–24 Juni 2025, Wamen Diaz menegaskan target nasional: pengelolaan 100 persen sampah pada 2029. Untuk itu, transisi energi dan penghentian praktik open dumping menjadi prioritas utama. Target ini juga menjadi catatan penting bagi Sabang, yang sedang merancang skema pengelolaan limbah terpadu.
Tidak hanya bekerja sama dengan instansi pemerintah, Zulkifli juga menjalin komunikasi intensif dengan perusahaan teknologi global lainnya. Pada 3 Juli 2025, bersama Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Syiah Kuala (BEM USK), Muhammad Ikram, ia mengunjungi kantor Google Indonesia. Dari lantai 45 SCBD Jakarta, mereka membahas bagaimana anak-anak Sabang bisa tetap relevan di tengah perubahan dunia yang begitu cepat.
Google melalui program Google for Education telah membantu ratusan sekolah di seluruh Indonesia, termasuk Sabang. Program ini bertujuan mencetak guru-guru bersertifikat digital, membentuk komunitas belajar, dan membangun ekosistem pendidikan berstandar global. Dengan dukungan ini, Zulkifli yakin IPM Sabang yang sudah cukup tinggi (77,52 pada 2023) bisa meningkat lagi dalam beberapa tahun ke depan.
Zulkifli sadar betul bahwa memimpin kota kecil seperti Sabang membutuhkan pendekatan yang unik. Ia dikenal sebagai walikota yang tidak suka berdiam diri di balik meja. Ia sering muncul tak terduga di ruang kelas SD atau pasar tradisional di Pulau Weh, esok harinya sudah berada di Jakarta mengejar nota kesepahaman digitalisasi dengan mitra asing.
“Sabang terlalu berharga untuk dikelola dengan cara biasa,” ujarnya saat menikmati secangkir coklat hangat bersama mitra dari Google Indonesia. Bagi Zulkifli, Sabang Emas bukan sekadar soal infrastruktur dan pariwisata, tapi juga martabat. Ia ingin anak-anak Sabang percaya bahwa mereka lahir di kota yang penting, yang memiliki peran di panggung nasional dan global.
Saat ini adalah periode kedua Zulkifli memimpin Sabang, setelah masa jabatannya yang pertama pada 2012–2017. Momentum ini ia gunakan untuk menuntaskan mimpi-mimpi yang sempat tertunda. Ia terus bekerja, berpikir, dan berdoa—agar Sabang tidak hanya menjadi cerita masa lalu, tapi bab pembuka dari masa depan Indonesia yang hijau, cerdas, dan berdaulat secara digital.