Tantangan Ekonomi Indonesia di Tahun Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah memasuki tahun pertamanya pada 20 Oktober 2025. Selama periode ini, pemerintah berupaya menjaga stabilitas ekonomi meskipun menghadapi tantangan global yang kompleks. Di tengah ketidakpastian geopolitik dan geoeconomik, Indonesia berhasil menjaga pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen, yang menjadi salah satu yang tertinggi di antara negara-negara anggota G20.
Stabilitas Ekonomi dan Inflasi yang Terkendali
Presiden Prabowo menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap stabil dan mampu bertahan di atas rata-rata dunia. Ia menekankan bahwa pemerintah berhasil menjaga defisit APBN di bawah 3 persen dari PDB serta mengendalikan inflasi pada kisaran 2 persen. Hal ini menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi meskipun banyak negara lain menghadapi inflasi tinggi.
Target Pertumbuhan Ekonomi dan Kritik terhadap Proyeksi
Dalam rangka mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dalam dua hingga tiga tahun ke depan, pemerintah telah meluncurkan berbagai program, termasuk penciptaan 1,5 juta lapangan kerja melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). Namun, beberapa lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia merevisi proyeksinya, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 4,9 persen untuk 2025 dan 2026.
Perbedaan Data Ekonomi dan Kritik terhadap Validitasnya
Banyak pihak mempertanyakan validitas data ekonomi yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Misalnya, data pertumbuhan ekonomi Kuartal II 2025 yang mencapai 5,12 persen dinilai melebihi proyeksi teroptimis. Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menyoroti ketidaksesuaian antara pertumbuhan industri manufaktur yang disebut tumbuh 5,68 persen secara tahunan dengan indikator PMI manufaktur yang masih kontraksi.
Tantangan Struktural dan Kebijakan yang Perlu Diperbaiki
Ekonom Piter Abdullah dari lembaga think tank PRASASTI menilai bahwa capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia selama satu tahun pertama pemerintahan belum sepenuhnya memenuhi target. Menurutnya, sektor ekonomi dan industri masih berada pada kategori developing, artinya masih memerlukan banyak perbaikan. Ia menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada kebijakan yang produktif dan mengalihkan fokus dari kebijakan populis.
Kebijakan yang Perlu Dilakukan untuk Meningkatkan Pertumbuhan
Esther Sri Astuti dari INDEF menilai bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen di 2029, Indonesia membutuhkan investasi hingga Rp14 ribu triliun dan rasio ICOR (Incremental Capital Output Ratio) yang lebih efisien. Ia juga menekankan pentingnya penyusunan target ekonomi yang realistis dan berbasis data.
Langkah Taktis Pemerintah untuk Meningkatkan Pertumbuhan
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, optimistis perekonomian Indonesia pada 2026 akan lebih cerah dibandingkan 2025. Ia telah melakukan beberapa langkah taktis, seperti injeksi likuiditas sebesar Rp200 triliun ke sistem perbankan dan akselerasi belanja pemerintah melalui kementerian/lembaga. Kombinasi stimulus fiskal dan moneter ini diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi Kuartal IV melampaui Kuartal III yang diproyeksi sekitar 5,1 persen.
Evaluasi Kebijakan dan Fokus pada Sektor Produktif
Pemerintah perlu mempertimbangkan tantangan struktural dalam perekonomian nasional dan mengalihkan fokus dari kebijakan populis menuju kebijakan yang produktif. Esther mengingatkan agar pemerintah mulai mengalihkan fokus ke sektor-sektor yang lebih produktif dan berdampak jangka panjang, seperti peningkatan ekspor, investasi, dan iklim usaha yang lebih kompetitif.












