Penganiayaan terhadap seorang driver Shopee Food di Yogyakarta pada awal Juli 2025 memicu gelombang kemarahan dari para pengemudi ojek online (ojol) dan menjadi sorotan nasional. Pelaku yang diketahui berinisial T ternyata bukan pelaut seperti yang ia akui, melainkan pegawai Bea Cukai di Kalimantan. Kejadian ini bermula dari keterlambatan pengantaran pesanan makanan selama lima menit, yang memicu emosi T hingga melakukan tindakan kekerasan fisik terhadap driver dan pacarnya.
Kronologi kejadian dimulai pada Kamis malam, 3 Juli 2025, sekitar pukul 19.00 WIB. Driver Shopee Food berinisial AD (25) bersama kekasihnya AM (24) sedang dalam perjalanan pulang setelah makan malam dan membeli pakan kucing. Keduanya memutuskan untuk melanjutkan aktivitas pengantaran pesanan sambil menuju tempat tinggal mereka di Ketingan agar tidak bolak-balik dari Seturan. Sekitar pukul 19.30 WIB, AD mendapatkan double order otomatis dari sistem aplikasi Shopee Food.
Mengetahui bahwa pesanan kedua bisa memakan waktu hingga satu jam, AD menghubungi pelanggan pertama melalui chat untuk menjelaskan situasi tersebut. Namun, pelanggan langsung menelepon dengan nada ketus dan menuntut pengantaran tepat waktu tanpa mendengarkan penjelasan.
AD mempercepat perjalanan ke lokasi pertama, sebuah kafe, namun saat sampai sekitar pukul 19.45 WIB, pesanan masih dalam proses. Setelah pesanan selesai, mereka langsung bergegas ke lokasi kedua. Di tengah perjalanan, mereka mengabarkan kepada restoran bahwa pelanggan sudah marah karena keterlambatan. AM juga mencoba menghubungi pelanggan pertama melalui chat, menyarankan untuk menggunakan fitur prioritas jika terburu-buru, tetapi tidak ada balasan.
Sekitar pukul 20.15 WIB, pesanan kedua selesai dan mereka segera kembali ke lokasi pertama di Bantulan. Sayangnya, perjalanan terhambat oleh kemacetan akibat kirab budaya. Meski mencari jalur alternatif, pesanan baru sampai di lokasi sekitar pukul 20.45 WIB, terlambat lima menit dari estimasi aplikasi.
Sebagai antisipasi, AM mulai merekam kejadian menggunakan ponselnya. Saat AD menyerahkan pesanan, T bertanya dengan nada menantang, “Mau dikasih bintang berapa, Mas?” AD menjawab sopan bahwa bintang 5 akan sangat membantu performa kerjanya, sekaligus menjelaskan situasi double order. Namun, T tidak menerima alasan tersebut.
AM mencoba menjelaskan mekanisme double order, tetapi situasi semakin panas. T bahkan mengklaim dirinya sebagai pelaut, yang membuat adu mulut semakin memanas. Seorang pria yang diduga keluarga atau kerabat T lalu menyeret AM dengan mengangkat kerah bajunya, menyebabkan luka lecet di tangan dan wajah. AM juga mengaku dijambak oleh dua orang, salah satunya tampak dalam video, hingga kacamatanya terlepas.
Warga sekitar akhirnya datang melerai, tetapi upaya awal dari keluarga pelanggan justru berujung intimidasi lebih lanjut. AM sempat syok dan tidak dapat merekam seluruh kejadian karena memori ponselnya penuh. Ia juga mencoba siaran langsung di Instagram, tetapi situasi semakin kacau.
Akibat insiden ini, AM mengalami luka fisik dan trauma psikis. AD juga merasa terganggu secara mental. Mereka berharap pihak berwenang dapat memberikan keadilan atas perlakuan kasar yang mereka alami.
Respons Massa Driver Ojol
Kemarahan para driver online mencapai titik puncak pada Sabtu dini hari, 5 Juli 2025, ketika ratusan driver Shopee Food menggeruduk rumah T di Godean, Sleman. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap AD dan AM, serta menuntut pertanggungjawaban pelaku. Namun, T telah mengamankan diri ke Mapolsek Godean sebelum massa tiba, dan kemudian dipindahkan ke Polresta Sleman.
Massa pun bergerak ke Polresta Sleman, menuntut permintaan maaf dari T. Meskipun T telah menyampaikan permintaan maaf di hadapan petugas, massa tetap tidak puas. Di pertigaan Bantulan, polisi mencoba menghalangi aksi anarkis, tetapi massa merusak fasilitas umum, termasuk mobil Polsek Godean.
Kasat Reskrim Polresta Sleman AKP Wahyu Agha Ari Septyan menjelaskan bahwa penyebab utama konflik adalah keterlambatan pengantaran akibat double order. Ia juga mengonfirmasi bahwa AM mengalami luka cakaran dan dijambak.
Laporan resmi tentang kejadian ini diajukan pada 4 Juli 2025 dini hari sekitar pukul 02.00 WIB. Hingga kini, polisi terus berupaya menenangkan situasi agar tidak memicu kerusuhan lebih lanjut.
Dampak Sosial dan Psikologis
Selain luka fisik yang dialami oleh AM, insiden ini meninggalkan trauma mendalam bagi AD dan AM. Mereka merasa tidak aman dalam menjalankan pekerjaannya sebagai driver ojol. AM menyampaikan harapan agar kasus ini diproses secara cepat dan adil:
“Kejadian ini tidak hanya menyisakan luka fisik, tetapi juga psikis. Saya harap ada keadilan untuk kami,” ujar AM.
Aksi protes besar-besaran dari para driver online menunjukkan betapa sensitifnya isu keselamatan kerja dan hak-hak pekerja di sektor digital. Para driver sering kali menjadi garda terdepan dalam layanan pesan-antar, tetapi rentan menghadapi tekanan dan kekerasan dari pelanggan.
Refleksi atas Sistem Aplikasi Digital
Peristiwa ini juga membuka diskusi tentang sistem double order otomatis yang diterapkan oleh aplikasi Shopee Food. Beberapa driver menyampaikan bahwa sistem ini sering membebani mereka dengan beban kerja yang tidak proporsional, terutama ketika harus mengatur waktu antara dua pesanan yang berbeda lokasi dan durasi prosesnya.
Banyak driver berharap platform digital seperti Shopee Food dapat lebih transparan dalam menentukan estimasi waktu pengantaran, serta memberikan opsi prioritas yang lebih fleksibel bagi pelanggan. Hal ini dinilai penting untuk menghindari konflik antara driver dan pelanggan akibat keterlambatan yang sebenarnya di luar kendali driver.
Upaya Penyelesaian dan Langkah Hukum
Polresta Sleman telah menangani kasus ini sebagai laporan resmi. Tersangka T, meskipun awalnya tercatat sebagai mahasiswa dalam dokumen identitas, ternyata adalah pegawai Bea Cukai di Kalimantan. Pernyataannya sebagai pelaut disinyalir merupakan upaya untuk menutupi identitas asli atau sekadar menunjukkan sikap arogansi.
Nursalim, Ketua RT setempat, menjelaskan bahwa T pulang kampung karena ayahnya baru saja menunaikan ibadah haji. “Baru pulang (dari ibadah haji) siang, malamnya sudah geger,” tuturnya.
Meskipun T telah menyampaikan permintaan maaf secara formal, banyak pihak yang menuntut penegakan hukum yang tegas agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Solidaritas dari komunitas driver online menunjukkan betapa kuatnya ikatan sesama pekerja lapangan yang saling melindungi.
Harapan Menuju Perbaikan Sistem
Kejadian ini menjadi momentum refleksi bagi berbagai pihak, baik dari sisi regulasi hukum, manajemen platform digital, hingga kesadaran sosial masyarakat. Perlindungan terhadap pekerja ojol, baik secara fisik maupun psikologis, harus menjadi prioritas dalam pengembangan ekonomi digital.
Langkah-langkah seperti:
* Peningkatan sistem logistik pengantaran
* Edukasi pelanggan tentang realita lapangan
* Pengadaan fitur pelaporan darurat dalam aplikasi
* Pembentukan forum dialog antara driver, pelanggan, dan operator platform
…menjadi penting untuk mencegah eskalasi konflik yang berujung pada kekerasan fisik.
Kasus ini juga mengingatkan kita bahwa di balik layar aplikasi digital, terdapat manusia yang bekerja keras demi sesuap nasi. Kesopanan, kesabaran, dan empati dari pelanggan adalah hal mendasar yang harus tetap dijaga agar ekosistem layanan digital tetap harmonis dan produktif.