Kronologi dan Fakta Lengkap Insiden Penusukan oleh Fatur yang Menewaskan Seorang Pesilat di Malang
Tragedi penusukan yang terjadi di Kota Malang pada Jumat dini hari, 4 Juli 2025, menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban sekaligus menjadi perhatian serius dari aparat kepolisian. Peristiwa ini melibatkan seorang pemuda bernama Fatur (25) yang tewas menewaskan satu orang dan melukai dua lainnya dalam insiden yang berawal dari gangguan suara knalpot bising konvoi perguruan silat.
Berikut adalah rangkaian fakta lengkap yang berhasil dihimpun:
1. Fatur Dalam Kondisi Mabuk Saat Kejadian
Fatur mengaku bahwa saat kejadian ia sedang dalam pengaruh minuman keras. Ia bersama beberapa temannya tengah nongkrong di tepi Jalan Raden Panji Suroso, Blimbing, Kota Malang. Tempat tersebut merupakan lokasi biasa mereka berkumpul, tak jauh dari tempat temannya menjual nasi goreng.
Sekitar pukul 22.30 WIB, rombongan konvoi perguruan silat pertama kali melintas. Namun, Fatur tidak merasa terganggu hingga rombongan tersebut kembali melewati jalan yang sama sekitar pukul 01.30 WIB dini hari. Kali ini, suara knalpot kendaraan mereka sangat bising karena aksi “bleyer-bleyer” atau memainkan gas secara berulang-ulang.
2. Teriakan Fatur Picu Bentrokan
Karena merasa terganggu, Fatur kemudian meneriaki rombongan konvoi tersebut. Tidak hanya sekadar teriakan, Fatur bahkan maju ke tengah jalan sambil mencela para peserta konvoi. Respons dari rombongan pesilat pun langsung datang: beberapa dari mereka turun dari motor dan langsung memukul Fatur.
Keadaan semakin memanas ketika massa konvoi mulai melempari Fatur dengan batu. Dalam kondisi terpojok dan merasa nyawanya terancam, Fatur akhirnya mengeluarkan pisau lipat yang selalu dibawa dalam tasnya. Pisau tersebut awalnya dimaksudkan untuk menakut-nakuti, namun malah digunakan untuk menyerang balik.
3. Reaksi Spontanitas Akibat Pengeroyokan
Menurut kuasa hukum Fatur, Dimas Juardiman, tindakan menusuk yang dilakukan Fatur adalah reaksi spontan atas pengeroyokan yang dialaminya. “Yang memulai adalah pihak konvoi, mereka langsung memukul tanpa ada kata-kata. Karena dikeroyok, tersangka spontan mengambil pisau untuk membela diri,” ujar Dimas.
Dalam insiden itu, Fatur sempat berusaha melindungi diri dan teman-temannya. Namun, jumlah pesilat yang jauh lebih banyak membuat situasi semakin sulit dikendalikan. Teman-teman Fatur pun ikut menjadi korban pengeroyokan.
4. Profesi Fatur sebagai Pegawai dan Kurir
Sehari-hari, Fatur bekerja sebagai pegawai di sebuah perusahaan finance di Malang. Untuk menambah penghasilan, ia juga bekerja sebagai kurir makanan online di malam hari. Pengalaman menjadi korban begal beberapa waktu lalu membuat Fatur selalu membawa pisau sebagai alat perlindungan diri.
“Saya pernah dibegal dan diacungkan parang di Janti, setelah itu saya selalu bawa pisau saat kerja malam. Pisau itu tidak pernah keluar dari tas,” tutur Fatur.
5. Suara Knalpot Bising Jadi Pemicu Utama
Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol Nanang Haryono, menjelaskan bahwa insiden ini dipicu oleh gangguan suara knalpot bising dari rombongan konvoi perguruan silat. Rombongan yang berjumlah sekitar 200 orang tersebut melewati Jalan Raden Panji Suroso dua kali, pertama sekitar pukul 22.30 WIB dan kemudian kembali lagi sekitar pukul 01.30 WIB.
Pihak kepolisian sebenarnya sudah melakukan antisipasi dengan menyekat beberapa titik dan meminta sebagian rombongan untuk putar balik. Namun, euforia yang tinggi membuat situasi sulit dikontrol sepenuhnya.
Akibat insiden tersebut, satu pesilat meninggal dunia, yaitu MAS (18), warga Wonodadi, Kabupaten Blitar, akibat luka tusuk di dada kiri yang menembus paru-paru. Dua korban lainnya, RPS dan DA, mengalami luka tusuk dan sabetan serta masih menjalani perawatan di RS Saiful Anwar.
Setelah melakukan penusukan, Fatur sempat menjadi bulan-bulanan massa sebelum akhirnya melarikan diri dan menyembunyikan pisaunya. Ia ditangkap polisi beberapa jam kemudian saat sedang berobat di RSSA Malang.
Fatur kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan dikenai Pasal 351 ayat (3) subsider Pasal 351 ayat (2) juncto Pasal 64 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara.
Peristiwa ini menjadi pengingat pentingnya ketertiban umum dan kesadaran akan keamanan bersama, terutama dalam aktivitas yang melibatkan banyak massa seperti konvoi perguruan silat.