Amerika Serikat dan China akhirnya mencapai titik temu dalam konflik perdagangan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Kedua negara ekonomi terbesar di dunia ini sepakat untuk menurunkan tarif impor secara signifikan selama 90 hari ke depan, memberikan angin segar bagi perekonomian global yang selama ini dibayangi ketegangan dan risiko resesi.
Dalam pernyataan bersama yang dirilis pada Senin waktu setempat, pemerintah AS mengumumkan akan menurunkan tarif tambahan atas produk impor dari China dari 145 persen menjadi 30 persen. Sebagai langkah timbal balik, pemerintah China juga memangkas tarif atas produk-produk asal Amerika Serikat dari 125 persen menjadi hanya 10 persen. Kebijakan ini akan berlaku mulai pertengahan Mei dan berlangsung selama tiga bulan sebagai masa evaluasi.
Respon Positif dari Pasar Global
Kabar kesepakatan ini langsung disambut euforia oleh pasar keuangan global. Nilai tukar dolar AS menguat, dan bursa saham di berbagai belahan dunia langsung menghijau. Bursa saham Eropa, Asia, hingga kontrak berjangka di Wall Street menunjukkan lonjakan signifikan dalam sesi perdagangan setelah pengumuman tersebut.
Saham perusahaan pelayaran asal Denmark, Maersk, yang sebelumnya terdampak oleh penurunan volume pengiriman antara AS dan China, naik lebih dari 12 persen. Saham perusahaan barang mewah seperti LVMH dan Kering masing-masing melonjak 7,4 persen dan 6,7 persen. Optimisme juga merebak di sektor teknologi dan manufaktur yang sangat terdampak perang dagang sebelumnya.
Kesepakatan Bernuansa Konstruktif
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyampaikan bahwa kesepakatan ini adalah hasil dari dialog intensif yang digelar selama dua hari di Jenewa, Swiss. Ia mengatakan bahwa pertemuan tersebut mencerminkan kehendak kedua negara untuk melindungi kepentingan nasional masing-masing sambil mencari solusi yang berimbang.
“Kedua pihak menunjukkan sikap terbuka dan profesional. Kami semua sepakat bahwa tarif yang terlalu tinggi sejatinya menyerupai embargo. Tidak ada yang menginginkan pemisahan ekonomi total. Yang dibutuhkan dunia saat ini adalah perdagangan yang sehat dan stabil,” ujar Bessent dalam konferensi pers.
Senada dengan itu, Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, menegaskan bahwa tidak akan ada kebijakan “decoupling” antara ekonomi AS dan China. Meski tidak semua sektor masuk dalam cakupan perjanjian ini, seperti semikonduktor, baja, dan obat-obatan, pemerintah AS tetap melakukan evaluasi strategis di sektor-sektor tersebut.
Dampak dan Harapan Baru bagi Rantai Pasok Global
Selama beberapa tahun terakhir, perang dagang antara AS dan China menyebabkan kerugian perdagangan mencapai sekitar US$600 miliar atau sekitar Rp9.600 triliun (dengan kurs Rp16.000 per dolar). Rantai pasok global terganggu, beberapa sektor mengalami PHK massal, dan inflasi meningkat akibat lonjakan harga bahan baku impor.
Kini, dengan adanya kesepakatan ini, pelaku industri dan investor merasa lebih tenang. Kepala Ekonom Pinpoint Asset Management, Zhiwei Zhang, menyebut kesepakatan ini sebagai kejutan positif.
“Awalnya saya menduga pemangkasan tarif hanya akan dikurangi menjadi 50 persen. Ternyata lebih dalam dari itu. Ini menjadi sinyal kuat bahwa risiko gangguan rantai pasok dalam jangka pendek bisa diminimalkan,” ujarnya dari Hong Kong.
Trump dan Diplomasi di Bawah Pohon
Presiden AS, Donald Trump, yang kembali menjabat sejak Januari lalu, memulai kembali kebijakan tarif tinggi sebagai bagian dari strategi menekan defisit perdagangan. Namun, dalam pertemuan Jenewa, Trump mengakui adanya “reset total” dalam pendekatan terhadap China, dan menyebut suasana negosiasi berlangsung “bersahabat tapi tetap konstruktif.”
Menariknya, beberapa pembahasan sensitif justru dilakukan di luar ruang konferensi formal, tepatnya di taman vila milik Duta Besar PBB di Jenewa. Delegasi kedua negara berdiskusi santai di bawah pepohonan, menciptakan suasana yang lebih personal dan mendukung tercapainya kesepakatan.
Greer menambahkan bahwa diskusi juga mencakup isu krusial seperti perdagangan bahan baku fentanyl, yang sebelumnya sempat mendorong Trump mendeklarasikan darurat nasional. Meski isu tersebut dibahas dalam jalur diplomasi terpisah, pembahasannya tetap dianggap produktif.
Penutup
Walaupun kesepakatan ini bersifat sementara dan terbatas pada 90 hari, langkah ini dianggap sebagai titik balik penting dalam hubungan ekonomi kedua negara. Para pelaku pasar, pengusaha, dan konsumen kini berharap bahwa kebijakan ini bisa diperluas dan diperkuat ke depan, demi mendorong pemulihan ekonomi global secara berkelanjutan.
Penulis: WGH